KOLOM HIKMAH
KHAIRA UMMAH
Ahklak al Kharimah
PESAN MAKRIFAT NABI KHIDIR
KEPADA NABI MUSA AS
Bagian Ke-Tujuh.
Nabi Khidir , Sufi dan Tasawuf Amali.
Oleh Moch. Tohir.
Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq.
Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq. ( Imam Malik)
Zunnun al-Mishri (w. 860 M) memahami ada tiga macam pengetahuan tentang Allah Swt.
Pengetahuan awam, yaitu pengetahuan melalui meniru atau taqlid.
Kedua, pengetahuan ulama, yaitu pengetahuan yang didapat dengan pembuktian rasional.
Ketiga, pengetahuan sufi yaitu pengetahuan melalui penyaksian langsung dengan kalbu yang bersih dan bening.
Pengetahuan ketiga inilah yang dimiliki oleh Nabi Khidir.
Seorang sufi yang sudah mencapai makam makrifat akan memperoleh pengetahuan hakikat setelah hijab yang menutupi atau menjadi pemisah antara dia dan Tuhannya tersingkap
+++++
Tasawuf Adalah Ilmu dalam Islam yang Berfokus untuk Menjauhi Hal-hal Duniawi.
Menurut berbagai pendapat, nama sufi memiliki makna dan arti kesucian (shafa) hati dan kebersihan tindakan.
Sehingga bisa disimpulkan sufi dianggap orang yang memiliki hati suci dan bersih dalam tindakan.
https://m.merdeka.com › sumut › -23 Apr 2021.
Pendapat Ulama Mazhab Tentang Tasawuf - Arif Rahman Hakim.
1. Imam Abu Hanifah.
Abu Hanifah adalah imam besar mazhab Hanafi yang ternyata ternyata juga seorang Mursyid Thariqah Sufi.
Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa Abu Ali ad-Daqqaq, berkata:
“Aku mengambil Thariqah sufi ini dari Abul Qasim an-Nashr Abadzy, dan Abul Qasim mengambil dari Asy-Syibly, dan Asy-Syibly mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau mengambil dari Ma’ruf al- Karkhy, dan beliau mengam- bil dari Dawud at-Tha’y, dan Dawud mengambil dari Abu Hanifah”.
Sebagai fuqaha ulung,
Abu Hanifah ternyata tetap memadukan antara syariat dan hakikat.
Itu sebabnya Abu Hanifah terkenal zuhud, wara’ dan ahli dzikir yang begitu dalam, ahli kasyf, dan sangat dekat dengan Allah berkah Tasawuf yang diamalkannya.
Imam Abu Hanifah atau dikenal juga dengan nama Nu’man bin Tsabit adalah murid dari Ahli Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah, Imam Jafar as Shadiq ra. …
Abu Hanifah berkata: “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena 2 tahun saya bersama Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar. (Jalaluddin as Suyuthi dalam kitab Durr al Mantsur)
2. Imam Malik bin Annas.
Malik bin Anas pendiri mazhab Maliki juga merupakan murid dari Imam Jafar as Shadiq ra. Perkataan Imam Malik tentang tasawuf yang sangat masyhur hingga saat ini, yaitu,
“Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq.
Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq.
Siapa yang mengintegrasikan Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran. (Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
3. Imam Syafi’i.
Imam Syafi’i berkata:
“Aku diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: Meninggalkan hal-hal yang memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan mengikuti thariqat ahli tasawuf dengan menerima 3 ilmu:
Mereka mengajariku bagaimana berbicara.
Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati.
Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
4. Imam Ahmad bin Hambal
Sebelum mengenal Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal pernah menegaskan kepada putranya, Abdullah ra.
“Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits.
Kamu harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi.
Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.”
Namun setelah beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba ia berkata pada putranya
“Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan
mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka.,
melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah).
Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi.
Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka”
Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.”
Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?”
Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”
(Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
5. Imam Ibnu Taimiyyah.
Siapa yang tak kenal dengan Ibnu Taimiyah, ulama panutan kaum Wahabi dan penentang tasawuf, akhirnya mengakui tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga menjadi pengikut thariqah Qadiriyyah.
“Kalian harus mengetahui bahwa para syaikh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul.
Thariqah para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia kepada Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.” (Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf )
6. Imam al-Junaidi mengartikan Tasawuf, berakhlak mulia dan meninggalkan semua akhlak tercela.
7. Zakaria al-Anshari berpendapat tasawuf merupakan ilmu tentang kebersihan jiwa, perbaikan budi pekerti, serta pembangunan lahir dan batin guna memperoleh kebahagiaan abadi.
Jika fikih bertujuan untuk memperbaiki amal, memelihara aturan syar'i, dan menampakkan hikmah dari setiap hukum maka tasawuf bertujuan memperbaiki hati dan memfokuskannya hanya kepada Allah SWT.
Orang yang ahli fikih disebut faqih, jamaknya fuqaha'. Sedangkan ahli atau praktisi tasawuf biasa diartikan dengan sufi.
++++
Para ahli Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf
kepada tiga bagian. Yaitu; Tasawuf Falsafi, Tasawuf
Akhlaki, dan Tasawuf Amali.
Ketiga macam tasawuf ini tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dari perbuatan yang terpuji.
Tasawuf Falsafi :
Adalah pemaduan antara visi mistis dengan visi rasional atau perpaduan antara tasawuf dengan filsafat, sehingga ajaran-ajarannya bercampur dengan unsur-unsur dari luar Islam, seperti filsafat Yunani, Persi, India, dan agama Nasrani.
Tasawuf Akhlaki :
Merupakan ajaran akhlak dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal.
Dengan kata lain tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang berkonsentrasi pada teori-teori perilaku, budi pekerti atau perbaikan akhlak.
Tasawuf ‘Amali .
Dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah.
Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt.
Tasawuf ‘Amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt.
Tasawuf Modern
Tasawuf Modern adalah Tasawuf yang di implementasikan di abad modern saat ini tanpa mengurangi atau menambahkan konsep yang sudah ada tapi lebih kepada pembaruan sesuai kondisi dan zaman.
http://digilib.uinsgd.ac.id ›
1). Tasawuf modern bagi Hamka adalah penerapan dari sifat: qanaah, ikhlas, siap fakir tetapi tetap semangat dalam bekerja. Selain itu, seorang sufi di abad modern juga dituntut untuk bekerja secara giat dengan diniati karena Allah SWT.
2). Tasawuf Modern Menurut Nazaruddin Umar adalah dengan meninggalkan segala praktik Tasawuf yang memisahkan diri dari kehidupan dunia dan tidak menerapkannya dengan praktik Tasawuf yang memisahkan diri dari tatanan sosial kemasyarakatan.
Tasawuf itu pada intinya mensucikan diri dari polusi pemikiran materealistis yang masuk kedalam pemikiran komprehensif.
Wallahu Alam
Bersambung.
Sumber :
1. W Hidayat -Tasawuf Akhlaqi Abu Hamid al-Ghazali | Jurnal Mathlaul Fattah - http://www.stitdaarulfatah.ac.id
2. Taufiqur Rahman-Dosen Tetap Fakultas Syariah INZAH Genggong Kraksaan -
DOI: https://doi.org/10.36835/assyariah.v5i1.114