KOLOM HIKMAH
KHAIRA UMMAH
Ahklak al Kharimah
HIDUP BERTETANGGA
UNTUK PERBANYAK
AMAL SHOLEH
KHAIRA Ummah adalah hidup bermasyarakat dengan menjadikan Islam sebagai :
Cara hidup , Cara mencapai tujuan , Tujuan hidup.
Oleh : Moch. Tohir
Konsep khaira ummah menurut M Quraish Shihab ialah umat terbaik yang dikeluarkan atau diwujudkan untuk manusia sejak nabi Adam hingga akhir zaman dan menjadi suatu keistimewaan bagi umat Islam karena umat Islam tidak pernah bosan untuk terus menerus berbuat yang makruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah .
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 104)
Karakteristik Khairu Ummah
Quraish Shihab, dalam Wawasan al-Qur'an (1998), menyatakan kata “ummah” terambil dari kata “amma-yaummu” yang berarti menuju, mampu, dan meneladani.
Dari kata yang sama lahir kata “um” yang berarti ibu dan “imâm” yang berarti pemimpin, karena keduanya menjadi teladan, pandangan tumpuan, dan harapan anggota masyarakat.
Seorang pakar bahasa Alquran yang bernama ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradât fi Gahrîb al-Qur'ân sebagaimana dinukil Quraish Shibab, mendefinisikan ummah sebagai kelompok manusia yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama, waktu, dan tempat yang sama, baik terhimpun secara terpaksa maupun suka rela.
Lebih jauh Quraish Shihab menuturkan bahwa “ummah” mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup ( way of life).).
Jika kata “ummah” dan “Islam” digabung, maka ia berarti himpunan manusia yang tidak disatukan oleh tanah air (nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan disatukan oleh keyakinan, yaitu agama Islam.
Sejatinya, makna umat Islam ini tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang statis, yakni kesatuan agama saja, tapi juga dinamis.
Dalam arti, menjadikan Islam sebagai cara hidup, cara mencapai tujuan, dan tujuan hidup.
Dari sinilah kemudian intelektual asal Iran Ali Syariati mengistewakan kata “ummah” dari kata “nation” (bangsa) atau qabilah (suku).
Ia mendefinisikan “ummah” sebagai himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama.
Khairu ummah bisa menjadi prestasi gemilang bagi umat Islam sebagaimana tergambar dalam ayat Allah diatas, apabila karakteristik khairu ummah terpenuhi.
Setidaknya ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi yaitu amar Ma'ruf, Nahi Mungkar dan Beriman kepada Allah.
Amar Ma'ruf.
Pertama, mewajibkan kepada yang ma'ruf. Ma'ruf menemukan nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari Alqur'an dan sunnah.
Ma'ruf, tolak ukurnya adalah syari'ah. Baik dan buruk, benar dan salah, harus merujuk kepada nilai-nilai Ilahi.
Menyuruh kepada yang ma'ruf, menjamin nilai-nilai Ilahi dalam kehidupan, itulah salah satu karakteristik khairu ummah.
Anjuran berbuat baik tidak hanya untuk sesama Muslim, tapi juga non-Muslim.
Meskipun berbeda agama, tidak ada larangan dalam Islam menyuruh non-Muslim berbuat baik.
Begitu juga anjuran untuk mencegah kemungkaran.
Siapa pun, baik Muslim atau non-Muslim, jika melakukan kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat, harus sesuai dengan kemampuan.
Inilah syarat pertama yang harus dipenuhi jika umat Islam ingin tampil sebagai umat terbaik.
Nahi Mungkar
Kedua, selalu berupaya mencegah kemungkaran.
Mungkar, sesuatu yang asing, bertentangan dan ditolak oleh syari'ah. Segala sikap, perilaku dan nilai yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam.
Nahi Mungkar dan Amar Ma'ruf, adalah dua hal yang senafas, karena mungkin mungkin menyeru kepada keberhasilan tanpa diiringi dengan usaha mencegah kemungkaran.
Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar adalah pagar yang melindungi bangunan Islam, demikian syaikh Sa'id Hawwa menggambarkan posisinya dalam bangunan keutuhan Islam.
Jika umat Islam sudah beramar ma'ruf dan bernahi mungkar dengan benar serta nilai-nilai Islam memancar dalam tingkah laku dan perbuatan mereka karena menjadikan Islam sebagai konsep hidup, maka insya Allah umat Islam akan menjadi khairu ummah.
Beriman Kepada Allah SWT
Dan semua itu, dibingkai dan dilandasi dengan kehendak Allah. Ini menjadi karakteristik ketiga khairu ummah.
Landasan inilah yang mengikat aktifitas amar ma'ruf nahi mungkar.
Tanpa iman, seruan untuk menguntungkan adalah hampa dan tanpa nilai.
Bilapun memiliki nilai, rendah dan dangkal, karena seruan itu berlandaskan pada nilai-nilai duniawi dan materi.
Begitupula apabila seorang mungkar tidak memilih untuk tidak melakukannya sendiri, ia bisa menjadi ajang balas dendam, pelampiasan kebencian dan kedengkian.
Menghapus kedzaliman harus dengan keadilan. Kedzaliman tidak bisa lenyap dengan kedzaliman.
Umat Islam akan tampil sebagai umat terbaik, jika dilihat dari Allah tidak hanya terjelma dalam bentuk ritual semata, tapi juga menjadi konsep hidup, baik hubungan individu maupun sosial mulai dari lingkup masyarakat, baik lokal, regional maupun internasional.
Konsep yang diajarkan Islam dalam hidup bersama adalah berbuat baik terhadap orang lain, bukan siapa-siapa. “… Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,”
(QS. al-Qash [28]: 77).
Itulah tiga karakteristik khairu ummah. Jika kita melihat ketidaksesuaian realita umat dengan kondisi ideal tersebut, saatnya kita bertanya, sudahkah ketiga kondisi itu menjadi karakter diri, keluarga dan masyarakat kita?
Saatnya kita memperbaiki diri dan menyeru sesama.
Ashlih nafsaka wad'u ghairaka!
Penjabaran konsep khaira ummah
Surat Ali Imran 3: 104 , menurut kalangan tafsir ialah menebarkan energi positif terutama kepada umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, golongan, etnik, kewaarganegaraan, warna kulit, agama, dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak termasuk khaira ummah bagi orang yang suka menghina dan menghujat orang lain.
Kebenaran dan keadilan memang perlu ditegakkan tetapi dengan cara-cara terhormat dan bermartabat.
Allah Swt mengenyampingkan pendekatan kekerasan di dalam menyelesaikan persoalan umat.
Atas nama apapun, untuk siapapun, kepada siapapun, dan dari manapun, kekerasan tidak pernah ada tempatnya di dalam Islam.
Allah Swt sendiri menegaskan: La ikraha fi al-din (Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)/Q.S. al-Baqarah/2:256).
Allah Swt menegaskan perlunya mengutamakan pendekatan kemanusiaan di dalam menyelesaikan setiap persoalan di antara umat manusia, Karena Allah Swt sendiri memuliakan manusia tanpa membedakan etnik, agama, dan kepercayaan, sebagaimana ditegaskan:
Wa laqad karramna Bani Adam (Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam/Q.S. Al-Isra'/17:70).
Umat yang ideal selalu menebarkan kedamaian, persaudaraan, kerjasama satu sama lain.
Dalam Islam tidak ada larangan untuk berbuat baik dan bekerjasama dengan orang-orang non-muslim.
Nabi Muhammad saw sendiri mencontohkan terbuka menerima kehadiran non-muslim di dalam lingkungan pemerintahannya.
Salman al-Farisi, arsitek perang Nabi, sudah lama bergabung dengan Nabi seblum ia menjadi muallaf di akhir hayat Nabi.
Demikian pula praktek para sahabat dan tabi'in, selalu memberi ruang terhadap kelompok non-muslim.
Selamat ber-Khaira Ummah semoga berkah. Amin.
Sumber :
1). Fathurrahman al Katitanji , Santri PPUII, Mahasiswa FIAI '04, Ketua LDF JAF FIAI UII 2006-2007, Dewan Kehormatan Kodisia - Buletin Al-Rasikh terbitan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Edisi 7 Desember 2007.
2. http://eprints.ums.ac.id › KONSEP KHAIRA UMMAH MENURUT M QURAISH SHIHAB
3.Nazaruddin Umar - KHAIRA Ummah - Detik News - Kamis 15 Oktober 2020 07.00 wib.